Sambutan Rakyat Indonesia
Setelah mengetahui sejarah awal masuknya Jepang ke Indonesia, lantas bagaimana sambutan rakyat Indonesia pada saat itu?
Rupanya, sambutan rakyat Indonesia kala itu sangat senang. Sebab, rakyat Indonesia memandang Jepang sebagai 'Saudara Tua' karena memiliki latar belakang sesama bangsa Asia.
Rakyat Indonesia juga menyakini bahwa Jepang dapat membebaskan Indonesia dari kekuasaan Belanda yang menjajah selama ratusan tahun. Selain itu, ada pula faktor kepercayaan ramalan Jayabaya, sehingga rakyat simpati pada Jepang.
Di sisi lain, Pemerintah Jepang juga menyebarkan propaganda berupa dukungan kepada rakyat Indonesia untuk merdeka seperti membenci Belanda, memperbolehkan berkibarnya Bendera Merah Putih, dan memperdengarkan Lagu Indonesia Raya.
Jepang juga menyebarkan propaganda gerakan 3A, yaitu Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Propaganda ini seolah menekankan bahwa Jepang mendukung Indonesia sebagai sesama bangsa Asia.
Tak ketinggalan, Jepang juga berusaha mencuri hati rakyat Indonesia dengan mendirikan berbagai organisasi seperti Putera, Jawa Hokokai, sampai Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas untuk menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan Indonesia untuk merdeka.
Jepang memberi janji kemerdekaan kepada Indonesia, sehingga menumbuhkan harapan di hati rakyat maupun para tokoh nasional.
Padahal, Jepang ingin menggunakan rakyat Indonesia yang masuk dalam organisasi semi militer dan militer mereka untuk ikut berperang melawan Amerika Serikat dan Sekutu di tengah perang.
Kronologi Awal Masuknya Jepang ke Indonesia
Berikut kronologi awal masuk Jepang ke Indonesia seperti dirangkum dari Modul Sejarah Kelas XI.
Dampak Kedatangan Jepang ke Indonesia
Keberadaan Jepang di Indonesia pun memberi banyak dampak kepada rakyat. Berikut dampak kedatangan Jepang ke Indonesia.
Masa penjajahan Jepang sejatinya hanya 3,5 tahun, tidak seperti Belanda yang mencapai ratusan tahun. Namun, kehidupan sosial rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang justru lebih memprihatinkan.
Contohnya, rakyat Indonesia diperkerjakan secara paksa (romusha) untuk menyelesaikan berbagai proyek Jepang dalam rangka persiapan perang.
Mereka tidak dibayar, tidak pula diberi makan, sehingga banyak yang mati kelaparan. Bahkan, Jepang juga merampas bahan pangan petani Indonesia untuk kepentingan militer mereka.
Jepang juga mempekerjakan para perempuan Indonesia sebagai wanita penghibur. Mereka ditipu dan disekap di kamp-kamp tertutup.
Jepang mengambil seluruh sumber daya alam dan bahan mentah Indonesia yang semula akan digunakan untuk industri.
Bahkan, Jepang juga menyita banyak perusahaan perkebunan, pabrik, bank, dan perusahaan penting untuk dimonopoli demi kepentingan mereka.
Jepang juga menentukan komoditas apa yang boleh ditanam dan tidak serta mengatur seluruh distribusinya untuk kepentingan mereka.
Berbagai kebijakan tersebut membuat rakyat Indonesia banyak yang kekurangan pangan, gizi, terkena wabah penyakit, hingga kehilangan nyawa.
Itulah sejarah awal masuknya Jepang ke Indonesia dan dampaknya. Semoga bermanfaat dan selamat belajar.
Tetapi Dia berjanji selalu menyertai
Tuhan tak pernah janji jalan selalu rata
Tetapi Dia berjanji berikan kekuatan
Seekor beruang yang menyerang pegawai supermarket di utara Jepang pada akhir pekan sebelumnya, setelah disimpan di dalam selama tiga hari, hewan tersebut dimusnahkan setelah ditemukan dalam perangkap yang dipasang oleh otoritas setempat di dekat pintu masuk toko.
Seorang pria berusia 47 tahun dibawa ke rumah sakit dengan luka di wajah dan lainnya setelah serangan di prefektur Akita utara pada Sabtu pagi. Luka-lukanya tidak mengancam jiwa, lapor media lokal.
Polisi memanggil pemburu berlisensi untuk membunuh hewan tersebut, yang panjangnya sekitar satu meter, namun pada awalnya tidak dapat menemukannya, kantor berita Kyodo melaporkan.
Perangkap dipasang di pintu masuk supermarket, di mana beruang tersebut tampaknya telah memakan daging dalam jumlah besar. Sebuah drone juga dikerahkan untuk mengetahui keberadaannya.
Polisi mengatakan beruang itu ditemukan di dalam perangkap berisi madu, apel, dan roti, ditempatkan di antara pintu masuk dan tempat penyimpanan, setelah pemerintah memberi tahu mereka bahwa sensor perangkap telah diaktifkan pada Senin pagi.
Beruang itu tertidur sebelum dibunuh, lapor kantor berita Kyodo.
Pihak berwenang di bagian utara Jepang sedang berjuang untuk menghadapi semakin banyaknya pertemuan antara manusia dan beruang yang telah meninggalkan tempat tinggal mereka habitat alami untuk mencari makanan.
Penduduk telah diminta untuk tetap waspada, termasuk mereka yang berada di daerah perkotaan, ketika hewan bersiap untuk memasuki masa hibernasi, sementara beberapa orang telah memperingatkan bahwa kekurangan makanan berarti beberapa hewan yang kelaparan akan mengalami hibernasi. terus mencari makanan selama bulan-bulan dingin.
Pihak berwenang melaporkan 219 korban jiwa, termasuk enam kematian, akibat serangan beruang di 19 dari 47 prefektur di Jepang dalam 12 bulan hingga Maret tahun ini – jumlah tertinggi sejak data nasional tersedia.
Fluktuasi panen makanan pokok beruang dan depopulasi di daerah pedesaan disebut-sebut sebagai faktor peningkatan kasus urine, sementara para ahli percaya bahwa penurunan jumlah anak-anak, yang perilaku berisiknya membantu menjauhkan beruang, adalah faktor lain di balik hal ini. bangkitnya insiden-insiden tersebut. di kota-kota dan desa-desa.
Pria yang terluka di Akita diserang saat bekerja di dekat bagian toko makanan di supermarket sebelum toko dibuka pada Sabtu pagi. Pekerja lain membantunya menyelamatkan diri di gudang sebelum memanggil polisi, kata Kyodo. Toko sedang tutup dan tidak ada pelanggan di dalam pada saat itu.
Beberapa beruang telah terlihat di lingkungan sekitar, yang terletak di dekat pusat kota Akita, dalam beberapa hari terakhir. Prefektur ini pernah menjadi lokasi terjadinya dua insiden penting tahun lalu, termasuk satu insiden di mana seorang pria kehilangan sebagian telinganya setelah menemukan beruang di garasi rumahnya, dan satu lagi di mana beberapa orang dirampok di sebuah terminal bus.
Populasi beruang di Jepang terus bertambah, dengan perkiraan jumlah beruang hitam mencapai 44.000 ekor, dibandingkan perkiraan tahun 2012 yang berjumlah 15.000 ekor. Angka tersebut belum termasuk Hokkaido, yang diperkirakan menjadi rumah bagi kurang dari 12.000 beruang coklat Ussuri, yang populasinya meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1990.
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menyerukan kepada sekutu-sekutunya di Barat untuk memberikan lebih banyak bantuan kepada Ukraina “untuk mengubah arah konflik” dengan Rusia.
Sebelum menggelar pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris, Selasa (12/11), Rutte mengatakan bahwa “Kita harus berbuat lebih dari sekadar membantu Ukraina bertahan dalam pertempuran.”
Ia menambahkan, “Kita harus meningkatkan pertaruhan bagi Putin dan teman-teman otoriter yang mendukungnya dengan memberi Ukraina bantuan yang dibutuhkannya untuk mengubah arah konflik.”
Rutte, yang tidak merinci apa saja perlengkapan militer dan senjata yang dibutuhkan untuk tujuan itu, mengatakan bahwa “semakin mengkhawatirkan” melihat Rusia “semakin dekat dengan sekutu-sekutunya, China, Iran dan Korea Utara.”
Pernyataan itu disampaikan ketika AS, Korea Selatan dan Ukraina mengatakan bahwa Korea Utara telah mengirim ribuan tentaranya ke Rusia untuk membantu Kremlin menghadapi Ukraina.
Macron menegaskan kembali seruannya akan “Eropa yang kuat,” yang bukan hanya menjadi kunci bagi NATO, tetapi juga sebagai tanggapan atas “apa yang diharapkan oleh pemerintah AS,” yang tampaknya merujuk pada terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden.
Pada masa kepresidenannya yang pertama, Trump mendorong sekutu-sekutu Eropanya di NATO untuk menyediakan anggaran pertahanan yang lebih besar, hingga atau melampaui 2% produk domestik brutonya, dan agar mengurangi ketergantungan pada perlindungan militer AS. [rd/lt]
%PDF-1.6 %âãÏÓ 712 0 obj <> endobj 724 0 obj <>/Filter/FlateDecode/ID[<34CC57B13C928142A5BD5460D2E0A76B>]/Index[712 22]/Info 711 0 R/Length 77/Prev 1644531/Root 713 0 R/Size 734/Type/XRef/W[1 3 1]>>stream hŞbbd```b``¶‘ŒÀ¤2Xdˆd¹"™TÀä0yH2æ.‘É[Aä9�øß 1&F¦p� D‘ÿşËş0 (1 endstream endobj startxref 0 %%EOF 733 0 obj <>stream hŞb```a``:ÁÀÊÀ(Ê Ì€ Â@1V ,‡¡kDCİ�©Oî^Ì«�&×”³Ñ¶p ©áßáΤ{&dÙå#WxlÜùDçÉág{sÜ=pŸËÔgÊÙäk{eÄ{&O͹,§(ûÂÃòë–'—�`téh j×èè ÒŒ‚& Qòè ‹1(g@hˆ4ë�À‰Ad×B ÍÄ`‘A†ô†Ë…²\lr7''¦-Q—aœ¹€·��õئ"FgF–ÈØKg0>àØÁĞ©YÂZ1-€AâV�f¢J È q"lºSà!É )ö¢Šá@€ U‹X^ endstream endobj 713 0 obj <>/Metadata 87 0 R/OCProperties<>/OCGs[725 0 R]>>/Outlines 148 0 R/PageLayout/SinglePage/Pages 710 0 R/StructTreeRoot 161 0 R/Type/Catalog>> endobj 714 0 obj <>/Font<>/Properties<>/XObject<>>>/Rotate 0/StructParents 0/Tabs/S/Type/Page>> endobj 715 0 obj <>stream hޤ•ïNÛ0Àû(şš:Û‰ÿJhRÛÑ¢D[˜„ø�ÓFK“* Lû°'Ùí™èÎvZhGA –kûî|>;¿;dÀA2H„0HD¹†Q!F(Œ)Î� ¢”Ø Â QÉ%:8À½hnö–¿ÿŞdûxt¿0¸ßêàqM h0&fnÒVÃÛ掠hv¾¸?5�‡è&J vq/ËçQ‚[ D?ÜTšş ‹(6P™ß<ìFÅ0M�?îğ®ì˨4x¹}ÙÂïóş‹ œ�( ·¢Å‘‰§³. ğWãUuÆn'Ñ´@a€ÛYZ6›Ùİe]+æt( ¡t®œ¶Íãä~¯kâü>Cãã}/�À“xÏ3'±ƒ/Ƨ§½óOŞx|\ofɵÓËÜ”“ÙêÊVtQÅF>.£$�4ÒibÁÃÒÌÏeÊ_ØÚÚàóxQf9şV݉înÜŒ cM�?û0�d×q:ÅqÚH‹x½nÇyQ¶fQ¾z…Ç#öZ§QeBºş˜#ø(.®Q6Ncğf�¤Ş~.œv]ΊËÀ •eî±1¸nç!“ˆ åF‚„”ëNªõÿR߸²$#�R¡’Úí¡Â뉆.Á"„•& )êôJ"eaçÖ3CBÀ\YJ8İÔ7Ù „@B´£€Ojêç æ„£Ğ:‚Ô²sJ¯L;#¸±„xà<¶Ò@lJÛW�ÙÕÛ±ÕâÃØÒMlOF£Î6:�É7Â[§á _¼‚o°‰ï1¼bıFˆÕnˆÉ‡Û Ó-é�kêİéIXŒ@Ïa¯eV •Ü¦ˆçÑzh¤>{˜Ï›m|�m•CÂ6(T\?…�«Gi(Ÿ©�Ä)�ÖÂîİàïaY;ªuzjùsùgùk™-ïjİZ½6¨�Õú›H[H�š€ÃQ§å·�¬œÅ“îà¬ÿ �lG1•âe©Ø‚qÇéï#1¤[$Bi‘Dı"QÁFßm¯ TÚ23Ÿxª˜rZoeY’à[qWaO¤ÏÓ©+‚™+ÒŒúÚh…¢p P Àÿmk«+•ÔÙ��<ä¾ÂZÍÎs^o”ÿpÿ` ˜€hÛ endstream endobj 716 0 obj <>stream H‰ÄUÉ’ÛF½ó+pTØì…‹ºÊ媑ÆIfœq¼0•ÃÄE¤hf,J¡(;ş{h6ɤ&ç\Ä^€‡‡× ”ÜôC{Øíxñ"¹†İşS]ÁcR�Î�lNÃp:Bòs} yß6Ÿø˜l6§¿áQ�‚,UP¬�•ßÎ5ÚïöOMºv¼|¹¹İB”ü²…äa«€wšhé××Ñ!zõ€7ü“üĞ6×¾&&Û»[0å¯HV9dZË4£S™å[¥daæ7èĞ*ùñƒ‚æñ}æÜ:Õ@ñØN;çì ï g‡ü•²¸Ş£äî¨àö½ótŞE›2J~ÒŸ4ğÁ QR– 4”‡(VR)åÆÅW0©tÈ�bû¥VNfÚiÈs#ÁÊcô¸z-�êFæ°:E»�ˆsÚV¸Íiû±¼�ÛR�x\}…Tš#”"½6—†� òé*‘Ô5|Ÿ$“¹Î‚Ë�zxßv <“KŒ‰h©ŠÂ{U�c+┼á¿ÈiiÜ:„ºi�‘ g„ˆ²ôAıã/„Îg¡‰‰W4È Z©3Ô2[ã"ZŞ ‡ˆ¡5¬N VıIb´K;&ŸÙ@¨D3´¨û'“â-¶³ÒÁîƒH9W¼¼ŒV§Œõ”±f¡œDR¤ÕÚ;¿DIXüô“[6¹eä†áÒîNhÑÑ‹TäÜ~áø¼¾z€I‘Ë8øU>ѦG´v|D˯AEŒ_£üxºêÑÉRÒ±-&øgÓ²îÿHkõûJ”R£éE£¥¡8S²V2u!ʶ ¬¾Íi&Fl2ûW"†âS©&óıÔAzØ¢HxÛWŒ67ûL´@mQAD}¿�ªØMC°,Í"ƒ©Q…#M�Åí—Æj™[—�N•4Åçú¾˜€áæI%Ëi%ëgç³�%ÀzµÔ^`”±‹›©éi´şƒjI„2‰÷�/3|äªqgSåÂè'WŒµEbÌžócb ›�{¡yLµ~츈::Döğ«ÈÉ©¿^h@,înéÔÏGıŒ ż à�‡ 1±$@‘ɱxUÁ›'Få‘Ç˜Ú ?z„ÍIhfÑ…ùÇ0OB/)\°ĞCzä>„=OQšçdúoáY�En¸5öRx^‹Ô×8½x� fÄ»ŠW~ �fVú!Æ㾋ƒ÷¿�fÙvŸgf¯Êè» ›*Âx endstream endobj 717 0 obj <>stream H‰\“Akã0…ïş:¶‡âÄÒŒZ0�4i!‡mËf÷8¶’5ld£8‡üûÕó+-¬!ñgäyzo¬)7»í.ö“)?ÒĞîÃd�}ìR¸×Ôs§>ËÊt};}>Íÿí¹‹2ïo—)œwñ8umÊŸyñ2¥›¹[wÃ!Üå{êBêãÉÜıŞìïM¹¿�ãßpq2³Z™.³Ğ�f|kÎÁ”sÙîËëıt{È5ßoüº�ÁTóó’fÚ¡—±iCjâ)õ"_+S¿ækU„Øı·.²ñıÓ¤¢®ğòb‘o™—ä%ø‘ü~"?�7ä xKŞ‚_È/™-5-4-5-4mE®ÀB°'{0÷µØ×r_‹}í+9‡ª5454�%[°#;°’LMM·&¯ÁÏäg0s9ärÌå�K˜K�KèAàAèAàAèAàAèAàA˜W�W˜W�W©£ĞQê(t”: ¥�BG©£ĞQæRäRjê¬É*z¨Ì«È«Ì«È«Ì«È«ü¦ŠoªÌ®È®Ì®È®ì¿¢ÿ�}ğ胧gÏ��=<{zöğìéÙó§gÏ��=<{úÌ7ÚÏӉ㛧Ì|ÍF{M)�Å<Šó<`ú¾¦uF“«ğ+ş 0 +î endstream endobj 718 0 obj <>stream H‰\’ÍŠÂ0ÇïyŠõ U…PЪĞÃ~°î>@m¦na›†´úö;“6�Ì/ÌGşÌ$)ÊcéÚQ&/0ʦu6ÀĞßC ò ·Ö‰e&m[��[<ë®ò"ÁäË4ŒĞ•®é…12ù@ç0†IÎö¶¿Â\$oÁBhİMξŠË\&—»÷?Ğ�e*ó\Zh°ĞKå_«dÓ¥E;NÌù‹øœ<È,Ş—,¦î-¾ª!TriθrÎşógkN»6õw„É(8MѳÎ"£A^1¯ˆÌâ#ó‘øÄ|Bެ#£F-#£A暊j*®©¨¦âxã7Ìbͬ‰·Ì[âó�xϼ'.˜bÖ¦H›bmŠ´©336ÄhÖ£I�f=šôhÖ Iƒæ·ĞP�¢VâÄåsNõ=Qüq64•ÖÁóçøŞKÌ¢-~ îM¥¿ endstream endobj 719 0 obj <>stream H‰\’Énƒ0E÷|…—í"bò�H(Rš¤RÔ´@à%EjrÈ"__nÕJEø>û€_ºŞmv¾Uúúf/£:v¾ r鯡u�S瓼Pm׌?OÓµ9×C’Æâıí2Êyç�}RU*}‹ƒ—1ÜÔݪírŸ¤/¡•Ğù“ºûXïïUº¿Ã—œÅ�*SË¥jå'zª‡çú,*�Êf»6�wãmkşï·AT1=ç”iúV.CİH¨ıI’*‹ÇRU�ñX&âÛãåœe‡cóY‡¤*βx‹¼%o#—|_â}™“spA.À%¹Œ¬™ÑÈhf42Z“5xA^€Wäø�ü ¦ƒ†ƒ¡ƒ�ƒáüóÎo0¿1dÙ2c‘±\×b]ËŒ�2–lÁ�ìÀsòLOOKOOKOO»&¯ÁòLûH�Q9~‹Ã·8ú;ø;şC‡èèìàìèìàìèìà¼@¾Èr¬»ĞäÍ´Ñ?;Š-��©~û©¹†[ijß©‡Ğ=�—ßúAÅ*œÉ· ÆJ endstream endobj 720 0 obj <>stream H‰$�TTÙÇï¼÷P\¤,ë*ƒÌZA™†a¤¿wï{ï6õ(MÀ‚bÁ¶ÖU‰Ë®]V�%Ƙ5*v’ElØ£±]�ºvc ®®xt2�œïÜóİßw¿óÿŸû @ ˜ D -z€úmH�orËwò Ëò˃OİÀ�ÀûÊÂI�‡NN å8 ~¡Åå%eUMQŸ ğ^ ®dôÔâ².Mİ€!`9 �K‡çß�ÙL�>=[©oòd”"$G”–Mœ²Ê°æƒ�¿†ß/=¶0¿�+8;öûø»²ü)å%¥H±ß¾qL~Ùğc»¯nğq ’¥|섉^(RÜÚÏïå㇗GÇô òq ÏAÊj�ğ÷«ò‹õı"òÿ]Üj„Ëş@ğ—D?I¤Á;ò´×ë@¨O äjF#ğ•×Ûº•·•ü¿1ìÊÀÆ;×}¾•~÷?»ùt}’¾Ü>'ØHï}¹ôğ}wÁffV�n~5x…íBµ°W8$Ô G…³BƒpI¸-Ü�ˆşb[1Xì"ÅH±—ØGŒˆÑ&:Å|±Bœ&Ή‹ÅÍb£xI¼*Ş”ÚJŠ4Dª”ê¥3RƒôLúUzï·¬U@›æ/^¼ru¼ÙİÕ}~÷Ãİ›Ã&û3�ÈXn\j™%¯p‹n?w†[qº÷»�¸º_¸›SZ§¥¥¬H9•r-åçT!µwjjê‹ÔWO[OGÏW�Í3Ø3É3Íó½gŸ§Îs%Í?-0-2-5mZÚ†´š´º´iO†t>póÀİémÓÃÒ‹Ò¦Ìè�Ñ=Ó!gȬÎ|”Ù’%eõ̪Ͷg;²gfÏ>—}9ûqNÇc�=§>çRÎİÜÖ¹“e?9Tî,‡Éár„%�ãåD9MÎ�³eEFò y˜\(��ÇÉòTy¶ü\)/•—Ëëä-ò6y»\-ï“ʵr½|F>/ÿC¾)?�ËÏäfù�"*¡JG¥‹ÒMéôW’”d%UÉTò”"e¤2Z§LPf)•ÊJåe³²CÙìU)SN)W”ÊÏÊC¥Yy«ü¦´@¶†íaìc`,´Áx耩0æ@ R8�y°–À‘°�‡Sà8VÂp\ ×Ã?ÂáNx ‚?Á:x�„§á9x ^ƒMğ|ßÂğ’P„BP( CáÈ„¾F½P_�¬(A„CƒĞ”‡ Ğ4MEÓÑL4U¢hÚ€¶¡�¨ıA§Ğt]C7Ğ=ô=E/Pú¤ú«j�ÚIí¦öP{«ıÔX5QMSÓÕ\UQ™š¯«#ÕÑj…:U�¡ÎVç«‹Ô%êZu½ºIı³ºSİ£Ö©ÇÔsêõ²ú/õ©ú\ı ‰š¿¨}©µÓµH¯«YµT-WÓµ!ÚP-_+ÔJ´Z…ö�6K›§-Ô–j+µÕZ•¶AÛ¬mÓvhÕZ�ö“vX;©]Ô®k7µß´]ÒÛé]õp=B�Öûë6=^OÖ=z–®èHÇú0½@/ÒÇèãôÉú}�^©/×Wëëõ-ún}Ÿ^¯ŸÓõú=ı¡şT©7ëoõlÀmpî€Í¸7�Ʊ؆ãqvãtœ…s1Âfx(ÎÇE¸ÏÃÀËğJ\…7âx®Æ{ñA|çñYÜ€ñ|ßÁ¿à'ø9~�_ã÷ØK¾ ¡¤=éLº#éIú�xâ$’N2 $:L†’"RLÊÈX2�L"SÈ42›, ‹É2²ŠT‘MdùÙEö“C¤–Ô‘ä$¹DşIî’ÇäyAšÉ;ÒB>R‰Ò`Ú�v �h7Ú‹ÆPµSM¦)4�fQ•r:ŒĞQt “ét:‹Î¥ébºŠ®¡Ut+ı‘ş•î¢Õt¡‡éQz‚�¡ ô"½NïÒ_è#ú„ş‡¾b€µb�ìw¬3ëÊÂY3³^¬/À¬,�9™›å2•a6ˆ c¬ˆ�`£X+gãY›Ê¦³9l.›Ï–°ïØJ¶–maÛض‹ícµ¬��dgØ9ÖÈšØ=ö€=aÏÙö�}äoÅyïÀ»ñ0Écy
PERBEDAAN YANG TERJADI PADA HARTA HARAM YANG DIMILIKI KARENA PEKERJAANNYA, APAKAH JIKA HARTA TERSEBUT BERPINDAH KEPADA ORANG LAIN DENGAN WARISAN ATAU DENGAN HIBAH LALU BERUBAH MENJADI HALAL?
Pertanyaan Ada masalah yang mengganggu fikiran saya, dan kebanyakan orang selalu bertanya-tanya, hal ini berkaitan dengan hukum transaksi terhadap harta yang haram, baik karena warisan, serah terima, seperti hadiah, hibah, diterima setelah proses barter, hutang piutang, dan bentuk lainnya dalam transaksi yang tidak mungkin banyak orang akan mengalami sebagiannya, saya telah mencari sesuai dengan kemampuan saya, ditengah upaya tersebut saya mencari petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang dikuatkan dengan dalil yang shahih tanpa ada kemungkinan lain dalam memahaminya untuk dijadikan sebagai dalil, atau karena lemah sanadnya, maka saya fokus pada pembagian ulama tentang harta haram yang dibagi menjadi dua bagian:
Haram karena dzatnya, gambarannya adalah harta hasil curian, hal ini sudah disepakati –menurut pemahaman saya- akan keharamannya, kaharamannya tidak berubah menjadi halal karena berpindah dari tangan ke tangan lainnya. Meskipun perpindahan harta tersebut pada dasarnya adalah mubah, seperti warisan, hadiah, hibah, barter, atau hutang yang baik.
Yang menjadi masalah menurut saya pada uang haram karena pekerjaannya dan bukan dzatnya, maksud saya di sini adalah menentukan uang haram itu semuanya, bukan yang masih bercampur, yang menjadi masalah adalah saya mendapatkan jumhur ulama menyamakan harta ini dengan harta haram karena dzatnya, maka hukumnya tidak berubah karena adanya perpindahan tangan. Saya tidak mendapatkan dalil yang meyakinkan diri saya bersama jumhur, hal itu tidak diragukan lagi karena keterbatasan pencarian saya, minimnya cara ilmiyah dan penelitian saya, pada sisi lain saya mendapatkan beberapa ulama seperti Syeikh Utsaimin yang membolehkan bunga bank konvensional jika sudah berpindah kepada para ahli waris, fatwa tersebut terpercaya yang diunggah pada website terpercaya, dan terkadang saya ingat sikap jumhur dalam masalah tersebut, maka saya hawatir terhadap diri sendiri, hal itu karena kemuliaan jumhur ulama menurut saya.
Pada saat yang sama saya tidak mendapatkan dalil setelah keterbaTasan penelitian saya yang mendorong saya untuk mengambil pendapat mereka dan menolak petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dari hadits Barirah. Maka apakah yang menjadi dalil madzhabnya Jumhur ?, apakah masalah khilafiyah tersebut yang termasuk yang dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat apalagi saya yang tidak sependapat dengan madzhabnya jumhur ?
Jawaban Alhamdulillah.
Pertama: Harta haram itu ada dua:
Jenis kedua ini ada perbedaan pendapat dari dua sisi: Pertama: Terkait dengan pelakunya jika ia bertaubat, apakah ia wajib mengembalikan atau disedekahkan atau boleh dimiliki ?
Kaitannya dengan boleh dimiliki, apakah dibedakan antara orang yang tidak tahu kalau hukumnya haram dan orang yang sudah mengetahuinya ?
Silahkan dibaca penjelasan masalah ini pada jawaban soal nomor: 219679
Kedua : Apakah harta tersebut menjadi halal bagi orang selain pelakunya, seperti pindahnya harta tersebut kepada orang lain karena sebab yang mubah, seperti karena hibah, diwariskan, atau untuk nafkah ataukah tetap tidak halal ?
Para ahli fikih berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi dua pendapat: Pertama : Tetap tidak halal bagi pelakunya dan juga bagi orang lain.
Ini pendapatnya jumhur ulama dari kalangan Hanafiyah, Syafi’iyyah, Hanabilah, dan yang dipilih oleh Lajnah Daimah.
Kedua : Harta tersebut menjadi halal bagi selain pelakunya, jika harta tersebut berpindah dari pelaku kepada orang lain dengan cara yang halal, seperti; hibah, warisan dan lain sebagainya.
Pendapat inilah yang menjadi sandaran Malikiyah, dan sebagian Hanafiyyah, Hasan Al Basri, Az Zuhri, dan yang dipilih oleh Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah-.
Baca juga : Al Asybah wa An Nazhair, karya: Ibnu Nujaim: 247, Hasyiyah Ibnu Abidin (5/99), Fatawa Ibnu Rusyd: 1/640, Ad Dakhirah karya Al Qarafi: 13/318, Manhu Al Jalil Syarah Mukhtashor Kholil: 2/416, Ihya Ulumuddin: 2/130, Al Majmu’: 9/351, Al Inshaf: 8/322, Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah: 29/307, dan Fatawa Lajnah Daimah: 16/455.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seseorang yang berlaku riba, ia telah meninggalkan harta dan anak yang dia mengetahui kondisi ayahnya. Apakah harta tersebut menjadi halal baginya dengan warisan atau tidak ?
Beliau menjawab: “Adapun masalah bahwa anaknya mengetahui kalau harta ayahnya mengandung riba, maka hendaknya ia mengeluarkannya dengan cara mengembalikannya kepada pemiliknya jika memungkinkan, namun jika tidak maka disedekahkan, dan sisanya sudah tidak haram lagi baginya, akan tetapi sejumlah harta yang masih syubhat maka disunnahkan untuk ditinggalkan, jika tidak harus digunakan untuk membayar hutang atau menafkahi keluarga.
Kalau ayahnya tersebut masih terikat dengan transaksi ribawi dimana pada ahli fikih masih memberikan rukhsoh (keringanan), maka ahli waris diperbolehkan mempergunakannya.
Jika hartanya masih bercampur antara yang halal dan yang haram, maka masing-masing diperkirakan dan hartanya dibagi menjadi dua bagian. (Majmu’ Fatawa: 29/307)
Ini merupakan pendapat jumhur ulama
Ibnu Rusyd berkata: “Dan diriwayatkan dari Ibnu Syihab bahwa ia berkata tentang seseorang yang bekerja lalu ia terjerumus ke dalam sogokan, korupsi, dan pembagian seperlima (dari negara) dan bagi siapa saja yang bisnisnya banyak mengandung riba. Semua yang ia tinggalkan dari harta warisan maka akan menjadi haknya ahli waris dengan warisan yang telah Allah wajibkan kepada mereka, baik mereka mengetahui buruknya pekerjaannya atau tidak mengetahui. Sementara dosa kedzoliman dilimpahkan kepada pelaku dosa tersebut”. (Fatawa Ibnu Rusyd: 1/640)
Ini merupakan pendapat yang kedua.
Yang menjadi dalilnya Jumhur adalah bahwa harta tersebut tidak halal bagi pelakunya dan tidak dapat dimiliki secara syari’at. Seharusnya melepaskan diri atau mengembalikannya dan tidak dialihkan kepada orang lain; karena peralihan kepemilikan melalui warisan atau dengan hibah adalah menjadi bagian dari kepemilikannya juga, maka dalam hal ini tidak diperbolehkan.
Sedikit sekali Jumhur (mayoritas ulama) membahas dalam masalah ini, karena bertumpu pada hukum asal, yaitu; ia termasuk harta yang haram, sehingga dengan kematian tidak dapat merubah harta tersebut menjadi baik, begitu juga perpindahan dari satu tangan ke tangan lainnya.
Yang menjadi dalil pendapat kedua: 1. Interaksi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya dengan orang-orang yahudi dalam hal jual beli, persewaan dan hutang, padahal mereka terkenal dengan mengambil riba dan memakan makanan yang haram.
Hal ini dijawab bahwa hartanya orang-orang yahudi itu termasuk harta yang campur, sementara pembahasan ini berkaitan dengan harta yang haram yang tidak bercampur dengan yang lainnya.
Akan tetapi telah dinyatakan dari Ibnu Mas’ud yang menguatkan madzhab ini, hal itu sangat jelas sekali, Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata: “Telah diriwayatkan dalam hal itu beberapa atsar dari generasi salaf, ada riwayat yang shahih dari Ibnu Mas’ud bahwa ia pernah ditanya tentang seorang tetangga yang memakan harta riba dengan terang-terangan dan tidak menjauhi harta yang buruk yang ia ambil dan mengajaknya untuk makan bersama, maka ia berkata: “Datangilah undangannya, karena hidangan itu baik bagi kalian, sementara dosanya hanya bagi dia”.
Dan di dalam riwayat lain ia berkata: “Saya tidak mengetahui sesuatu kecuali (hartanya) adalah buruk atau haram, lalu beliau berkata: “Penuhilah undangannya”.
Imam Ahmad telah menshohehkan riwayat ini dari Ibnu Ma’ud, akan tetapi ia berbeda dengan apa yang diriwayatkan darinya bahwa ia berkata: “Dosa adalah yang menguasai hati”.
Dan telah diriwayatkan dari Sulaiman seperti ucapan Ibnu Mas’ud yang pertama, dan dari Sa’id bin Jabir, Hasan Al Basri, Muwarriq Al ‘Ijli, Ibrahim An Nakho’i, Ibnu Sirin dan yang lainnya. Ada banyak atsar yang ada di dalam kitab “Al Adab” karya Humaid bin Zanjawaih dan sebagiannya di dalam kitab “Al Jami’” karya Al Khallal, dan di dalam karya Abdurrazzaq bin Abi Syaibah dan yang lainnya”. (Jami’ Al Ulum wal Hikam: 1/209-210)
2. Keharaman harta tersebut berkaitan dengan tanggung jawab pelakunya, bukan dengan dzat harta tersebut, maka tidak menjadi haram setelah berpindah tangan.
Jawaban dari hal ini adalah, jika memang demikian maka harta itu akan menjadi hutang dan tanggungan si mayyit, maka diwajibkan kepada ahli waris untuk melunasi hutang tersebut sebelum pembagian harta warisan.
3. Sungguh perbedaan cara mengambilnya juga berpengaruh, haramnya harta tersebut berada pada pelakunya, tidak serta merta menjadi haram juga bagi orang lain, berdasarkan hadits Barirah “Harta itu menjadi sedekah baginya dan menjadi hadiah bagi kami”.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata: “Sebagian ulama berkata, harta yang haram karena pekerjaannya, karena dosanya bagi pelakunya, bukan bagi siapa saja yang mendapatkannya melalui jalan yang mubah dari pelaku tersebut, berbeda dengan harta haram karena dzatnya, seperti khamr, barang curian dan lain sebagainya.
Pendapat ini tepat dan kuat, berdasarkan dalil bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah membeli makanan dari orang yahudi untuk keluarganya, beliau juga telah memakan kambing yang dihadiahi oleh wanita yahudi Khaibar, beliau juga telah memenuhi undangan orang yahudi, sebagaimana diketahui bahwa mereka sebagian besarnya telah berlaku riba dan memakan harta yang haram.
Kemungkinan yang menguatkan pendapat ini juga, sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- terkait masalah daging yang telah disedekahkan kepada Barirah:
هو لها صدقة ، ولنا منها هدية انتهى
“Daging itu menjadi sedekah baginya, dan menjadi hadiah bagi kami”. (Al Qaul Al Mufid ‘ala Kitab Tauhid: 3/112)
Beliau –rahimahullah- juga berkata: “Coba anda lihat Barirah pembantu ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anhuma- misalnya, dia diberi sedekah daging, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika memasuki rumah beliau, seraya mendapatkan bejana di atas api, lalu beliau mengajak makan namun daging tersebut tidak dihidangkan, dihidangkan makanan lain dan tidak ada daging, lalu beliau bersabda: “Sepertinya saya melihat bejana di atas api ?” mereka berkata: “Iya betul wahai Rasulullah, akan tetapi yang di dalamnya itu daging sedekah yang diberikan kepada Barirah”.
Dan Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak memakan sedekah, seraya beliau bersabda:
هو لها صدقة ، ولنا هدية
“Daging itu baginya sedekah, dan bagi kami adalah hadiah”.
Lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memakannya, padahal diharamkan bagi beliau untuk memakan sedekah; karena beliau tidak menerimanya sebagai harta sedekah, akan tetapi beliau terima sebagai harta hadiah.
Kepada mereka pada ikhwah kami katakan: Makanlah dari harta ayah kalian dengan senang hati, meskipun menjadi dosa dan bencana bagi ayah kalian, kecuali Allah -‘Azza wa Jalla- memberikan hidayah kepadanya dan bertaubat kepada-Nya, barang siapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. (Al Liqo Asy Syahri: 45/26)
Alasan ini bisa dijawab dengan membedakan antara dua hal: bahwa Barirah telah mengambil harta tersebut dengan cara yang mubah lalu menjadi miliknya, lalu ia berhak untuk memberikannya sebagai hadiah kepada orang lain.
Sementara orang yang melakukan riba, ia tidak memiliki harta tersebut dengan jalan yang disyari’atkan, hingga bisa ia pindahkan kepada orang lain.
Iya, hal ini benar jika orang yang berlaku riba tersebut sudah bertaubat, pendapat kami adalah ia boleh memiliki harta itu jika belum tahu akan keharamannya, atau ia sudah tahu –sebagaimana kecenderungan pendapatnya Syeikh Islam- maka pada saat itulah, jika ia hadiahkan kepada orang lain maka dibolehkan, dan inilah analogi dengan hadits Barirah.
Adapun jika ia belum bertaubat, maka ia tidak bisa memiliki harta tersebut, juga tidak bisa pindah kepada orang lain, tidak dengan cara hibah atau dengan diwariskan; karena secara syar’i ia bukan pemiliknya.
Dalam hal ini, anda ketahui bahwa madzhab jumhur adalah madzhab yang kuat, ia sesuai dengan hukum asalnya, bahwa pelaku (riba) itu bukan pemilik harta tersebut sampai ia pindahkan kepada orang lain.
Ibnu Rajab telah menyebutkan pada tempat yang diisyaratkan tadi menurut sebagian atsar terdahulu dalam hal larangan tersebut, sesuai dengan pendapat jumhur, ia juga berkata: “Dan yang bertentangan dengan riwayat dari Ibnu Mas’ud dan Salman adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar As Shiddiq bahwa beliau pernah memakan makanan lalu beliau menjelaskan bahwa itu berasal dari harta haram, lalu beliau memuntahkannya”. (Jami’ Ulum wa Al Hikam: 1/211)
Oleh karenanya Lajnah Daimah telah berfatwa bahwa bunga riba itu tidak bisa diwariskan, anaknya juga tidak boleh memakannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 16/455 dan 22/344.
Baca juga untuk tambahan penjelasan: Ahkam Al Maal Al Haram wa Dhawabithu Al Intifa’ wa Tasharruf bihi fi Al Fiqhi Al Islami, DR. Abbas Ahmad Al Baaz, hal: 73-92, buku ini termasuk risalah ilmiyah, beliau menyimpulkan bahwa madzhab jumhur yang rajih.
Baca juga: Jami’ Al Ulum wa Al Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali: 1/208-211.
Baca juga jawaban soal nomor: 70491 untuk mengetahui sikap seorang muslim pada saat berhadapan dengan masalah-masalah ijtihadiyah.
Sejarah awal masuknya Jepang ke Indonesia dimulai ketika pasukan Negeri Sakura berhasil menyerang Pearl Harbour, pangkalan terbesar angkatan laut Amerika Serikat di Samudra Pasifik pada 8 Desember 1941.
Akibat dari serangan itu, Jepang berhasil menghancurkan basis militer Amerika di kawasan tersebut, termasuk di Filipina. Setelah itu, Jepang memperluas basis militernya ke arah selatan, yaitu Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tujuannya Jepang ke Indonesia adalah untuk mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang seperti minyak bumi, timah, dan aluminium, seperti dikutip dari buku Sejarah SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI Semester 2 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017).
Kala itu Jepang memperkirakan sumber daya alam Indonesia dapat mencukupi kebutuhan energi mereka selama Perang Pasifik.
Jepang masuk ke Indonesia pada tanggal 11 Januari 1942 dengan mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur. Ketika datang, Jepang langsung menduduki kota tersebut.
Kemudian dengan cepat, Jepang memperluas kekuasaannya ke kota-kota sekitar, seperti Balikpapan pada 24 Januari 1942, Pontianak pada 29 Januari 1942, Samarinda pada 3 Februari 1942, dan Banjarmasin pada 10 Februari 1942.
Sembari menguasai Kalimantan, pasukan Jepang juga berekspansi ke wilayah lain, seperti Ambon yang berhasil dikuasai pada 4 Februari 1942 dan Palembang pada 16 Februari 1942.
Setelah berhasil menguasai luar Jawa, Jepang akhirnya tiba di Pulau Jawa. Pasukan Jepang langsung mendarat di tiga titik, yaitu Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragen (Jawa Tengah) pada 28 Februari 1942.
Serbuan tentara Jepang yang begitu cepat dan dengan kekuatan yang besar membuat Belanda yang kala itu masih menduduki Indonesia tidak dapat bertahan.
Akhirnya, Gubernur Jenderal A.W.L Tjarda van Starkenborgh Stachouwer dan beberapa petinggi militer Belanda pun memutuskan untuk bertemu dengan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942.
Pada pertemuan itu, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Belanda juga langsung menyerahkan Indonesia ke kekuasaan Jepang. Sejak pertemuan itu, penjajahan Jepang di Indonesia pun resmi dimulai.