Hukum Mengambil Bunga Bank
Ulama sepakat bahwa bunga bank sejatinya adalah riba. Hanya saja mereka berbeda pendapat tentang hukum mengambil bunga tabungan di bank, untuk kemudian disalurkan ke berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.
Pendapat pertama, bunga bank wajib ditinggal dan sama sekali tidak boleh diambil. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Sebagaimana keterangan dalam banyak risalah beliau.
Suatu ketika Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 109/9. Ada yang menanyakan pada beliau rahimahullah:
“Bagaimana pendapatmu mengenai penghasilan seseorang dari amal ribawi baik melalui bank ribawi atau dari beberapa serikat? Lalu bagaimana cara membebaskan diri dari riba semacam ini? Apakah boleh hasil riba tersebut diberikan pada berbagai amalan kebaikan seperti pembangunan masjid dan semacamnya atau untuk melunasi utang pada sebagian kaum muslimin, memberikan pada kerabat yang membutuhkan atau mungkin harta riba semacam ini dibiarkan begitu saja, tidak diambil sedikit pun? Jazakumullah khoiron.
Beliau rahimahullah menjawab: Adapun jika harta riba tersebut belum diambil, maka harta tersebut tidak halal untuk diambil dan harta riba tadi harus dibiarkan begitu saja. Karena Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).” (QS. Al Baqarah: 278).
Maksudnya adalah tinggalkan sisa riba tersebut. … Siapa saja yang telah melakukan amalan ribawi, lalu dia tidak mengambil riba tersebut, maka dia wajib meninggalkan riba tersebut kemudian bertaubat pada Allah ‘azza wa jalla. Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut karena tidak tahu bahwa itu riba dan tidak tahu bahwa riba itu haram, maka taubat akan menutupi kesalahan sebelumnya dan riba tersebut (sebelum datang larangan) telah menjadi miliknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan).” (QS. Al Baqarah: 275)
Adapun jika seseorang telah mengambil riba tersebut dan dia mengetahui bahwa riba tersebut haram, namun dia adalah orang yang lemah dalam hutang, sedikit ilmu, maka dia boleh bersedekah dengan riba tersebut. Bisa saja dia manfaatkan untuk membangun masjid, juga jika dia orang yang tidak mampu lunasi hutangnya, boleh untuk melunasi hutangnya, jika mau, boleh juga diserahkan pada kerabatnya yang membutuhkan. Ini semua adalah baik.
Pendapat kedua, dibolehkan mengambil bunga bank, untuk disalurkan ke kegiatan sosial kemasyarakatan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Ibnu Jibrin, ketika ditanya tentang hukum menyalurkan bunga bank untuk para mujahid. Setelah menjelaskan larangan menabung di bank kecuali darurat, beliau menegaskan,
“….dia boleh mengambil keuntungan yang diberikan oleh bank, semacam bunga, namun jangan dimasukkan dan disimpan sebagai hartanya. Akan tetapi dia salurkan untuk kegiatan sosial, seperti diberikan kepada fakir miskin, mujahid, dan semacamnya. Tindakan ini lebih baik dari pada meninggalkannya di bank, yang nantinya akan dimanfaatkan untuk membangun gereja, menyokong misi kekafiran, dan menghalangi dakwah Islam…” (Fatawa Islamiyah, 2:884)
Bahkan Syaikh Muhammad Ali Farkus dalam keterangannya menjelaskan, “Bunga yang diberikan bank, statusnya haram. Boleh disalurkan untuk kemaslahatan umum kaum muslimin dengan niat sedekah atas nama orang yang dizalimi (baca: nasabah). Demikian juga boleh disalurkan untuk semua kegiatan yang bermanfaat bagi kaum muslimin, termasuk diberikan kepada fakir miskin.
Karena semua harta haram, jika tidak diketahui siapa pemiliknya atau keluarga pemiliknya maka hukum harta ini menjadi milik umum, dimana setiap orang berhak mendapatkannya, sehingga digunakan untuk kepentingan umum. Allahu a’lam.
Hukum Sedekah Uang Riba /Bunga Bank Untuk Masjid?
Dengan mengambil pendapat ulama yang membolehkan mengambil riba di bank, pertanyaan selanjutnya, bolehkan menyalurkan riba tersebut untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti membangun masjid, pesantren atau kegiatan dakwah lainnya?
Baca Juga : Cara menghitung zakat mal yang praktis
Pendapat pertama, tidak boleh menggunakan uang riba untuk kegiatan keagamaan. Uang riba hanya boleh disalurkan untuk fasilitas umum atau diberikan kepada fakir miskin. Pedapat ini dipilih oleh Lajnah Daimah (Komite tetap untuk fatwa dan penelitian) Arab Saudi. Sebagaimana dinyatakan dalam fatwa no. 16576.
Pendapat ini juga difatwakan Penasihat Syariah Baitut Tamwil (Lembaga Keuangan) Kuwait. Dalam fatwanya no. 42. Mereka beralasan mendirikan masjid harus bersumber dari harta yang suci. Sementara harta riba statusnya haram.
Pendapat kedua, boleh menggunakan bunga bank untuk membangun masjid. Karena bunga bank bisa dimanfaatkan oleh semua masyarakat. Jika boleh digunakan untuk kepentingan umum, tentu saja untuk kepentingan keagamaan tidak jadi masalah. Di antara ulama yang menguatkan pendapat ini adalah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Sebagaimana dikutip dalam Fatawa Islamiyah, 2:885
Perlu diperhatikan bahwa bunga bank yang ada di rekening nasabah, sama sekali bukan hartanya. Karena itu, dia tidak boleh menggunakan uang tersebut, yang manfaatnya kembali kepada dirinya, apapun bentuknya. Bahkan walaupun berupa pujian. Oleh sebab itu, ketika Anda hendak menyalurkan harta riba, pastikan bahwa Anda tidak akan mendapatkan pujian dari tindakan itu. Mungkin bisa Anda serahkan secara diam-diam, atau Anda jelaskan bahwa itu bukan uang Anda, atau itu uang riba, sehingga penerima yakin bahwa itu bukan amal baik Anda.
Dapat disimpulkan bahwa bunga bank itu riba dan hukumnya haram, sehingga itu bukan hak kita dan tidak boleh kita konsumsi. Adapun jika diambil untuk disedekahkan boleh. Hanya saja harta riba itu akan dimanfaatkan untuk fasilitas umum yang bisa digunakan oleh banyak orang. Hukum sedekah uang riba juga pernah dibahas juga oleh ustad Abdul shomad:
“Riba itu haram, kotor sehingga seseorang tidak bisa mencuci pakaian najis menggunakan air kencing yang najis agar pakaian tersebut menjadi suci. Yang dapat digunakan untuk mensucikan pakaian najis hanyalah air yang dapat mensucikan.”
Uang haram dipakai untuk ibadah haji, maka hajinya tidak diterima oleh Allah SWT dan tidak akan pernah menjadi haji yang mabrur.
“Islam mengajarkan bersih awalnya, bersih tengahnya, bersih ujungnya,” jelas Ustadz Abdul Somad.
Dengan demikian tidak ada lagi alasan seseorang sengaja menghasilkan uang haram untuk niat sedekah di jalan Allah, karena Allah tidak akan menerimanya.
Baca Juga: Cara menghitung zakat penghasilan
https://konsultasisyariah.com/ dan rumaysho.com
RAM (Random Access Memory) merupakan salah satu perangkat yang penting di iPhone untuk memastikan perangkat dapat berjalan dengan lancar. Jika kamu merasa iPhone mulai mengalami penurunan performa, maka ada baiknya kamu coba untuk membersihkan RAM di iPhone terlebih dahulu.
Terdapat dua cara yang bisa kamu lakukan untuk membersihkan RAM. Baca artikel lebih lanjut untuk mengetahuinya.
Cara pertama ini bisa digunakan untuk iPhone yang masih menggunakan tombol fisik (Home) seperti iPhone 8 and 8 Plus, iPhone 7 and 7 Plus, iPhone SE, and iPhone 6s, 6s Plus, 6, dan 6 Plus.
Cara ini bisa digunakan pada iPhone model terbaru yang tidak memiliki tombol fisik seperti iPhone 13 mini, iPhone 13, iPhone 13 Pro, iPhone 13 Pro Max, iPhone 12 series, iPhone 11 series, iPhone XS, XR, dan X.
Itu dia cara membersihkan RAM di iPhone yang bisa kalian coba. Untuk tips lainnya bisa kalian lihat di website Dzakiyah Store ya
Ustadz, kemanakah saya harus menyalurkan uang hasil riba yang saya dapatkan dari bunga bank? Saya bingung, jika bunga itu saya ambil itu haram dan hendaknya diapakan, namun jika tidak saya ambil khawatir malah menguntungkan bank. Mohon sarannya. Terimakasih.
Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Sebelumnya kami mengucapkan, semoga Allah memberkahi keluarga serta harta Anda. Kami merasa ikut senang sekaligus bangga atas semangat Anda dalam usaha mengetahui hukum riba dan cara mengelola harta agar barokah dan halal. Di saat banyak manusia hari ini yang tidak memperdulikan dari manakah harta mereka dapatkan, apakah dari jalan yang halal atau haram? Persis dengan sabda Nabi saw:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu masa pada umat manusia, mereka tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram”. [HR Bukhari].
Semoga Allah Ta’ala semakin menambahkan keimanan dan hidayah-Nya kepada Anda serta membukakan pintu-pintu rizqi yang halal nan berkah.
Riba adalah kejahatan yang berakibat dosa besar Dan mendapat ancaman keras dari Allah swt, diantaranya firman Allah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨ فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ فَأۡذَنُواْ بِحَرۡبٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦۖ وَإِن تُبۡتُمۡ فَلَكُمۡ رُءُوسُ أَمۡوَٰلِكُمۡ لَا تَظۡلِمُونَ وَلَا تُظۡلَمُونَ ٢٧٩
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah :278-279).
الرّبَا ثَلاَثَةٌ وَ سَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ وَ إِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ المُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu, yang paling ringan, seperti orang yang berzina dengan ibunya. Dan riba yang paling riba adalah kehormatan seorang muslim.” (HR. Hakim 2259 dan dishahihkan Adz-Dzahabi).
Sikap Anda yang berusaha berlepas diri dari riba serta ingin lepas dari jerat-jeratnya merupakan Sikap seorang Muslim yang taat beragama. Dan kita memang berkewajiban untuk melepaskan harta riba, dan tidak dibenarkan untuk menggunakannya, baik dimakan atau digunakan untuk kepentingan lainnya.
Para ulama bersepakat bahwa harta yang didapatkan dengan Cara yang haram maka harta itu hukumnya haram digunakan dan haram untuk dimakan. Berdasarkan sabda Nabi saw:
إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya”. [HR Ahmad dan Ad Darimi].
Namun mereka berbeda pendapat tentang dikemanakan harta riba yang terlanjur kita peroleh?
Secara umum pendapat ulama’ terbagi menjadi dua kelompok besar:
Pertama: Mereka berpendapat; harta riba yang terlanjur kita dapatkan harus diinfaqkan dalam kepentingan masyarakat umum dan yang tidak terhormat, semacam pembangunan jalan raya, jembatan, jamban umum atau yang serupa. Tidak dibenarkan untuk membangun masjid, atau diberikan kepada faqir-miskin.
Kedua: mereka berpendapat harta riba dapat disalurkan pada kegiatan-kegiatan sosial yang kegunaannya dirasakan oleh masyarakat umum, misalnya untuk pembangunan madrasah, rumah sakit, panti dll, atau yang hanya dirasakan oleh sebagian orang saja. Misalnya dibagikan kepada fakir-miskin.
Dari kedua pendapat ulama di atas, pendapat kedua inilah yang lebih kuat, karena beberapa alasan berikut:
Harta ini haram bagi pelakunya dan tidak haram bagi orang lain yang mendapatkannya dengan jalan-jalan yang dibolehkan syariat (hadiah, jual-beli, shadaqah, pemberian dll). Sebab hukum asal dzat bendanya adalah halal. Dan juga berdasarkan kaidah sebagian ulama’ ahli fiqih:
تَغَيُّرُ أَسْبَابِ المِلْكِ يُنَزَّلُ مَنْزِلَةَ تَغَيُّرِ الأَعْيَانِ
“Perubahan metode memperoleh suatu benda dihukumi sebagai perubahan benda tersebut.”
Jadi jika harta riba itu diberikan kepada fakir-miskin atau orang lain yang membutuhkan, berarti harta itu berpindah kepada mereka dengan cara-cara yang dibenarkan, bukan dengan cara riba yang haram. Sebab dahulu Nabi saw tetap berniaga (jual-beli dan akad lainnya) dengan orang-orang Yahudi, padahal beliau mengetahui bahwa kaum Yahudi mendapatkan sebagian hartanya dengan jual-beli babi, khamer, serta melakukan praktek riba.
Jadi kesimpulannya harta hasil haram (riba) tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, akan tetapi hendaknya disalurkan untuk kepentingan sosialisasi dan maslahat umum.
Adapun bunga bank, silakan diambil namun penggunaanya seperti penjelasan di atas, jangan ditinggal dan tidak diambil, karena jika tidak diambil akan menguntungkan bank dan semakin menguatkan eksiatensi bank ribawi, sedangkan kita dilarang ikut tolong-menolong dalam dosa. Wallahu a’lam bishshawab.
Pembahasan tentang hukum riba di bank tidak dijumpai dalam buku fikih klasik. Karena ketika buku itu ditulis, bank-bank konvensional seperti sekarang belum ada. Untuk memahami berbagai masalah seputar bank, kita perlu merujuk kepada penjelasan ulama kontemporer, yang sempat menjumpai praktik perbankkan. Nah, hukum sedekah uang riba atau bunga bank ini bagaimana? akan kita ulas dalam artikel ini.